BANDUNG, (PR).- Pemerintah kabupaten/kota melalui dinas pendidikan masing-masing, diminta lebih peduli terhadap pemerataan layanan bimbingan dan konseling (BK), khususnya di sekolah menengah kejuruan (SMK). Pemetaan yang akurat menjadi syarat mutlak pembuatan berbagai program peningkatan kualitas.
Persoalannya, hingga saat ini, seolah tidak ada koordinasi pendataan antara disdik kab./kota dan Disdik Jabar, sehingga data lengkap tentang layanaan BK sulit didapatkan.
"Jika dinas tidak memiliki data, bagaimana program peningkatan kualitas layanan BK bisa dijalankan? Yang terjadi, banyak kegiatan menjadi sporadis dan asal ada, tanpa menyentuh kebutuhan yang sebenarnya," kata Ketua Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (Abkin) Jabar Uman Suherman di Bandung, Kamis (29/1).
Selain persoalan utama tidak adanya guru BK di mayoritas SMK, kompetensi guru di kebanyakan sekolah juga dipertanyakan. Banyak guru mengambil peran BK semata untuk memenuhi tuntutan banyaknya jam mengajar, tanpa ada pembekalan yang mendalam. Akibatnya, layanan BK menjadi tidak maksimal.
"Sudah saatnya disdik memiliki pemetaan yang rapi dan akurat. Antara kab./kota dan provinsi, mestinya ada garis koordinasi yang terjalin baik. Kepala sekolah bisa menjadi ujung tombak," ujarnya yang juga Sekretaris Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Sulit
Ditemui terpisah, Kepala Subdinas Pendidikan Menengah-Tinggi (Dikmenti) Disdik Jabar Otji mengungkapkan, guru BK memegang peran besar dalam proses pendampingan siswa, baik di SMA maupun SMK. Pemerataan guru di setiap sekolah dia rasa sebagai sesuatu yang penting. Persoalannya, sangat sulit membuat pemetaan layanan BK secara menyeluruh di Jabar.
"Sejak otonomi daerah, kita tidak memiliki wewenang lagi. Semua dikelola kab./kota. Mungkin itu yang membuat mereka enggan melaporkan perkembangan secara rutin tiap tahun. Kita tidak memiliki data," ucap Otji. (A-165)