HTML/JavaScript

Welcome to zulfikar.tn07

Kamis, 28 Mei 2009

visi misi saya

visi saya adalah ingin menjadi seorang Pengusaha. Tetapi sampai saat ini saya belum pernah mencoba untuk membuka sebuah usaha apa pun, karena belum berani menjalankan sendiri Dan belum mempunyai modal sendiri. Semoga saja nanti pada saat saya lulus kuliah, saya dapat mewujudkannya.

Sedangkan misi saya adalah belajar yang rajin, agar dapat mewujudkan visi saya.

MENCARI PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL

BAGIAN 1

MENCARI PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I

REFLEKSI MASA LALU
DAN TANTANGAN
MASA DEPAN

PENDAHULUAN

Di dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan kita membentuk negara kesatuan indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangSa yang dapat survive dalam menghadapi berbagai kesulitan. Kenyataannya ialah dewasa ini bangsa. Indonesia dilanda, dan masih berada di tengah-tengah krisis yang menyeluruh, Kita dilanda oleh krisis politik, kriris ekonomi, krisis hukum, krisis kebudayaan, dan tidak dapat disangkal juga di dalam bidang pendidikan. Memang pendidikan tidak terlepas dari kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan kebudayaan suatu bangsa. Bukankah pendidikan merupakan proses pembudayaan, dan kebudayaan itu sendiri berkembang karena pendidikan? Dengan demikian di dalam .masa krisis dewasa ini ada dua hal yang menonjol yaitu :

  1. bahwa pendidikan tidak terlepas dari keseluruhan hidup manusia di dalam segala aspeknya yaitu politik, ekonomi, hukum, dan kebudayaan
  2. krisis yang dialami oleh bangsa Indonesia dewasa ini merupakan pula refleksi dari krisis pendidikan nasional.

Bercermin pads pengalaman sukses maupun kegagalan masa lalu sampai pada mass krisis dewasa ini, buku ini berusaha menunjukkan selain usaha-usaha yang perlu dilaksanakan pasca-krisis, juga mengemukakan tantangan-tantangan masa depan dari masyarakat dan bangsa Indonesia memasuki kehidupan global yang kompetitif dalam milenium ketiga serta peranan pendidikan di dalamnya.

Pendidikan tidak lepas dari politik sungguhpun pendidikan tidak dapat menggantikan fungsi politik. Kenyataannya ialah meskipun pendidikan tidak dapat menggantikan politik, tetapi tanpa pendidikan, tujuan-tujuan politik sulit untuk di­laksanakan. Oleh sebab itu fungsi dan peranan pendidikan di dalam kehidupan suatu bangsa tidak terlepas dari kehidupan politik serta juga ekonomi, hukum, dan kebudayaan pada umumnya.

MASA PRA-ORDE BARU

Pada masa Orde Baru, politik dijadikan sebagai panglima. Segala kegiatan diarahkan kepada berbagai usaha untuk mencapai tujuan politik misalnya membangkitkan nasionalisme, rasa persatuan bangsa, penggalangan kekuatan, bangsa di dalam kehidupan perang dingin pada waktu itu.

Kecenderungan-kecenderungan dalam kehidupan-politik, eko­nomi, dan kebudayaan pada waktu itu juga memasuki dunia pendidikan. Praksis pendidikan diarahkan kepada proses indoktrinasi dan menolak segala unsur budaya yang datangnya dari luar. Dengan sendirinya pendidikan tidak difungsikan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat.

Pendidikan tidak lagi tidak dioirentasikan kepada kebutuhan pasar melaikan pada kebutuhan politik. Pendidikan di Indonesia mulai diarahkan bukan kepada peningkatan kualitas tetapi dijadikan sebagai alat kekuasaan dalam mencapai tujuan politik. Segala sesuatu diarahkan kepada kemauau penguasa sehingga,kebebasan berpikir, berpikir alterriatif ,berpik kritis semakin lama semakin dikubur. Hasilnya ialah manusia­-manusia yang tidak mempunyai altematif selain alternatif yang telah disodorkan oleh penguasa.

MASA ORDE BARU

Diakui bahwa Banyak yang telah dicapai di dalam pembangunan selama Orde Baru. Dari salah satu bangsa yang termiskin di dunia menjadi bangsa di dalam kelompok bangsa-bangsa yang berpendapatan menengah. Namun demi­kian perkembangan yang pesat dilihat dari segi pendapatan per kapita telah mengorbankan hak asasi manusia dan kemerdekaan individu.

Stabilitas politik dan keamanan merupakan ajaran utama untuk mencapai perkembangan ekonomi yang tinggi. Akibat­nya ialah berkembangnya kelas menengah yang lamban dan lemah, yang tidak kreatif dan produktif, dan diarahkan oleh birokrasi yang kaku. Sejalan denga itu tsntsngsn politik dan social yang homogen telah mematikan kehidupan berdemokrasi.

Keadaan kehidupan sosial politik, hukum, dan kebudayaan yang berantakan juga tercermin di dalam sistem pendidikan nasional yang semata-mata hanya, untuk mencapai target kuantitatif Toleransi hidup bersama dalam ke­bhinnekaan semakin berkurang bahkan perbedaan-perbedaan semakin-dipertajam dengan berbagai bentuk premordialisme yang terbuka ataupun yang ditutup-tutupi. Toleransi hidup beragama semakin lama semakin hilang, pendidikan budi pekerti sulit dilaksanakan karena ketiadaan panutan para pemimpin. Mudah dimengerti praksis pendidikan kita tidak lagi diarahkan kepada peningkatan kualitas tetapi kepada target-target kuantitas. Dengan sendirinya pendidikan tidak mempunyai daya saing global sebagaimana yang dilaporkan di dalam berbagai laporan internasional. Akuntabilitas pendidikan sangat rendah meskipun diterapkan apa, yang disebut prinsip "link and match". Akuntabilitas pendidikan pada masa, itu ditentukan oleh penguasa bukan oleh konsumen. Masyarakat semakin lama semakin jauh dari pemilikan pen­didikannya. Pendidikan semakin lama semakin terlempar dari kebudayaan dan telah merupakan hasil karya birokrasi. Selanjutnya peranan keluarga dan masyarakat terlepas dari praksis pendidikan.

C. Masa Krisis: Refleksi Kegagalan Pendidikan Nasional

Apakah yang dapat kita pelajari dari mass krisis dewasa ini? Krisis menyeluruh yang telah membawa masyarakat dan bangsa, Indonesia ke dalam keadaan keterpurukan, bermula dari krisis moneter merambat jadi krisis ekonomi dan berakhir ke krisis kepercayaan.Dengan kata lain krisis kepercayaan telah menjadi warna dominan dalam kebudayaan dewasa ini. Dan oleh karena pendidikan adalah proses pembudayan maka krsis kebudayaan yang kita alami merupakan refleksi dari krisis pendidikan nasional.

Dal pendidikan dan kebudayaan terdapat hubungan yang sangat berkaitan.Tidak ada kebudayaan tampa pendidikan , juga tak ada pendidikan bila tamo kebudayaan yang kongkrit. Maka jika kita ingin membangun bangsa kita dari krisis yaitu dengan reformasi yang berkesinambungan yaitu reformasi yang didukung proses pendidikan dan sebagai proses pembudayaan.

TANTANGAN PENDIDIKAN NASIONAL DI MASA REFORMASI

Memssuki masa reformasi ,dengan pengalaman di masa lalu yang telah membetntuk masarakt dan budaya indonesia yang kini mengalami krisis. Yang masyarakat kita inginkan saat ini adlah masyarakat yang adil dan makmur.Masyarakat itu ialah ”masyarakat madani”. Masyarakat madanni adalah masyarakat yang ideal dalam demokratis.Terbentuknya masyarkat madani tak terlepas dari kehidupan bermasyarkat dan berbudaya.

A. Masyarakat Indonesia Baru : Masyarakat Madani Indonesia

Ada beberapa ciri masyarakat madani. Pertama-tama msyarakat madani adalah mansyarakat yang demokratis. Artinya masyarkat itu terbentuk atas kesepakatan dari anggotanya. Masyarakat madani adalah masyrakat yang berkedaulatan rakyat. Masyarakat itu adalah masyarakat yang msyarakat yang terbuka, bukan masyarakat yang totaliter.Setiap anggota memiliki hak dan kewajiban yang sama. Oleh karena itu ,Masyarakt madani yang demokraatis adalah masyarakat yang menghormati hak asasi manusia.

Masyarakat madani Indonesia yang ingin kita wujudkan melalui pendidikan nasional haruslah mengembangkan ciri-­ciri dan unsur-unsur masyarakat tersebut. Hal tersebut harus dapat dijabarkan melalui praksis pendidikan nasional baik dalam pendidikan formal, pendidikan non-formal maupun di dalam pendidikan in-formal. Di dalam kaitan ini perlu kiranya kita tinjau kembali rumusan mengenai sistem pendidikan nasional yang dituangkan di dalam UU No. 2 Tahun 1989 mengenai Sistem Pendidikan Nasional. Di dalam UU tersebut pendidikan hanya dibedakan antara pendidikan formal dan pendidikan non-formal. Namun kenyataannya justru pen­didikan in-formal dalam era informasi semakin lama semakin memperoleh peranan yang besar. Terutama di dalam masya­rakat terbuka dan abad informasi, di mana kita hidup di dalam dunia tanpa batas serta kemajuan teknologi komunikasi, peranan media informasi yang telah mendunia tidak mengenal batas-batas pendidikan, keluarga, sekolah, dan masyarakat luas

B. Tantangan Internal

Pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan masyarakat Indonesia baru, yaitu masyarakat madani Indonesia, tentunya mengalami berbagai hambatan clan tantangan. Tantangan­tantangan tersebut ada yang berasal dari dalam (tantangan internal) antara lain sebagai warisan kebijakan-kebijakan pendidikan masa lalu. Tantangan-tantangan internal tersebut antara lain sebagai berikut:

1) masalah kesatuan bangsa,

2) demokratisasi pendidikan,

3) desentralisasi manajemen pendidikan,

4) kualitas pendidikan.

C. Persatuan Bangsa

Rasa kesatuan bangsa melalui pendidikan tampaknya gagal. Berbagai upaya misalnya dengan cara-cara indoktrinasi tentang ideologi bangsa ternyata tidak berhasil oleh karena terdapat kesenjangan antara nilai-nilai yang diinginkan dengan praktek kehidupan nilai yang diberikan oleh para pemimpin. Pemerintah dan pemimpin yang korup tentunya tidak dapat mengharapkan rakyat melaksanakan nilai-nilai yang baik.

Di dalam bidang pendidikan terjadi hal yang serupa. Tidak mungkin peserta didik dituntut me­laksanakan nilai-nilai moral sementara di dalam masyarakat dia melihat dengan mata kasat penyelewengan-penyelewengan moral tanpa ditindak. Nilai-nilai kesatuan bangsa hanya dapat ditanamkan dan berbuah di dalam proses pendidikan apabila peserta didik menghayati kesatuan antara apa yang diajarkan dan apa yang diperbuat oleh para orang tua dan para pemimpin masyarakat. Rasa kesatuan bangsa berarti pula seseorang bangga menjadi bangsa Indonesia. Apabila suatu bangsa terpuruk bukan hanya dari segi ekonomi tetapi lebih-lebih dari segi moral dan etika maka tidak mungkin seseorang merasa bangga sebagai anggota suatu bangsa.

Inilah tantangan yang pertama dan utama di dalam pendidikan nasional membangun masyarakat Indone­sia barn, masyarakat madani Indonesia. Rasa bangga menjadi orang Indonesia berarti pula bangga dengan kebudayaan Indonesia.

D. Demokratisasi

Kehidupan demokrasi adalah kehidupan yang menghargai akan potensi individu yaitu individu yang berbeda dan individu yang mau hidup bersama. Dengan demikian segala jenis homogenisasi masyarakat yaitu me­nyamaratakan anggota masyarakat menuju kepada uniformitu adalah bertentangan dengan prinsip-prinsip hidup demokrasi. Termasuk di dalamnya pengakuan terhadap hak asasi manusia merupakan inti dari kehidupan demokrasi di dalam segala aspek kehidupa

Demokrasi bukan hanya masalah prosedur atau susunan pemerintahan, tetapi demokrasi adalah terutama merupakan nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut tidak lain ialah nilai-nilai yang mengakui akan kehormatan atau martabat manusia (human dignity). Oleh sebab itu pule proses 'pendidikan nasional dapat dirumuskan sebagai proses hominisasi dan proses humanisasi

E. Desentralisasi

Konsekuensi dari kehidupan demokrasi ialah partisipasi dari rakyat. Perkembangan dari bawah (bottom up), pemberdayaan rakyat adalah bentuk-bentuk dari pengembangan kehidupan demok­rasi.

Sudah tentu desentralisasi kekuasaan yang menitik­beratkan kepada partisipasi rakyat banyak memerlukan persiapan-persiapan yang matang antara lain tersedianya tenaga-tenaga terampil dalam jumlah dan kualitas yang tinggi, pemberdayaan lembaga-lembaga social (social institutions) di daerah sebagai tempat partisipasi nyata dari rakyat di dalam mengatur kehidupannya termasuk penyelenggaraan pendidikan dan kebudayaan miliknya.

F. Kualitas Pendidikan

Peningkatan kualitas pen­didikan merupakan suatu syarat mutlak untuk mempercepat terwujudnya suatu masyarakat yang demokratis Tidak mengherankan apabila dalam Pembukaan UUD 1945 ditekankan mengenai keinginan kita semuanya untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas. Masyarakat yang cerdas hanya dapat dihasilkan melalui pendidikan yang berkualitas. Di dalam kaitan ini perlu digarisbawahi bahwa pendidikan yang berkualitas bukan hanya pendidikan yang mengembangkan inteligensi akademik tetapi perlu me­ngembangkan seluruh spektrum inteligensi manusia yang meliputi berbagai aspek kebudayaan.

Kunci utama di dalam peningkatan kualitas pendidikan ialah mutu para gurunya. Dalam kaitan ini bukan hanya diperlukan suatu reformasi mendasar dari pendidikan guru kita tetapi juga sejalan dengan penghargaan yang wajar terhadap profesi guru sebagaimana di negara-negara industri maju lainnya.

G. Tantangan Global

Sistem pendidikan nasional kita tidak terlepas dari tugas dan tanggung jawab untuk memberikan jawaban yang tepat terhadap tantangan dan peluang kehidupan global. Beberapa tantangan global tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Pendidikan yang Kompetitif dan inovatif

Kualitas yang baik dan terns meningkat hanya dapat diciptakan oleh manusia-manusia yang mem­punyai kemampuan berkompetisi. Kemampuan untuk ber­kompetisi dihasilkan oleh pendidikan yang kondusif bagi lahirnya pribadi-pribadi yang kompetitif. Perlu ditekankan bahwa pribadi yang kompetitif bukan berarti pribadi yang egoistik. Pribadi yang kompetitif dapat lahir dari suasana kerja sama.

Identitas

pentingnya suatu kesadaran akan identitas sebagai suatu bangsa. Identitas suatu bangsa merupakan tumpuan yang kuat bukan hanya bagi perkembangan pribadinya tetapi juga sebagai benteng pertahanan yang melindungi pengaruh-pengaruh negatif dari kebudayaan global. Memang seperti yang telah dijelaskan di etas, masyarakat madani Indonesia haruslah didasarkan kepada kebudayaan Indonesia yang bhinneka. Tanga berdasarkan kebudayaan yang nyata make kita akan kehilangan identitas sebagai bangsa. Dalam keadaan tanpa identitas -dengan mudah kita dihanyutkan oleh arus globalisasi tanpa tujuan dan bukan tidak mungkin kita jatuh di dalam berbagai bentuk kehidupan tanpa bentuk, tanpa identitas, bahkan mungkin tidak malu menjadi bangsa Indonesia yang tidak punya identitas. Tugas pendidikan nasional ialah mengembangkan identitas peserta didik agar supaya die bangga menjadi bangsa Indonesia yang dengan penuh percaya diri memasuki kehidupan global sebagai seorang Indonesia yang berbudaya

III. REPOSISI DAN REAKTUALISASI PENDIDIKAN NASIONAL

Telah kita lihat berbagai kebijakan pendidikan nasional masa lalu. Demikian pula tantangan yang dihadapi pendidikan nasional dalam era reformasi. Melihat perkembangan tersebut maka sudah sewajarnya apabila kita melihat kembali berbagai kebijakan untuk membangun masyarakat Indonesia baru.

A. Paradikma baru Pendidikan Nasional

Membentuk masyarakat Indonesia baru yaitu msyarakat madani Indonesia membutuhka paradikma baru.Suatu masyarakat demokratis pastinya perlu berbagai praksis pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang demokratis. Paradikma barupendidikan haruslah dituangkan dan harus di jabarkan di dalam berbagai program pengembangan pendidikan nasional secara bertahap dan berkelanjutan.

B. Reposisi Nendidikan Nasional

Di dalam menentukan posisi pen­didikan nasional tersebut beberapa konsep perlu dikembang­kan dan dijabarkan lebih lanjut di dalam program-program Berta kegiatan yang nyata. Konsep tersebut adalah sebagai berikut.

1. Redefinisi pendidikan nasional.

2. Pendidikan adalah proses pemberdayaan.

3. Pendidikan adalah proses pembudayaan.

1. Redefinisi Pendidikan Nasional

Pendidikan ternyata perlu dilihat di dalam Iingkupan pe­ngertian yang luas. Ada tiga hal yang perlu dikaji kembali yaitu:

Pertama, pendidikan tidak dapat dibatasi hanya sebagai schooling belaka. Dengan membatasi pendidikan sebagai schooling maka pendidikan terasing dari kehidupan yang nyata dan masyarakat terlempar dari tanggung jawabnya dalam pendidikan.

Kedua, pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan inteligensi akademik peserta didik. Pengembangan seluruh spektrum inteligensi manusia perlu diberikan kesempatan pengembangannya di dalam program kurikulum yang luas dan fleksibel di dalam pendidikan formal dan non-formal

Selanjutnya pendidikan ternyata bukan hanya membuat manusia pintar tetapi yang lebih penting ialah manusia yang berbudaya. Tujuan pen­didikan bukan hanya manusia yang terpelajar tetapi manusia yang berbudaya (educated and civilized human being). Dengan demikian proses pendidikan dapat kita rumuskan sebagai proses hominisasi dan humanisasi seseorang yang berlangsung di dalam lingkungan hidup keluarga dan masyarakat yang berbudaya, kini dan mass depan.

2. Pendidikan adalah Proses Pemberdayaan

Selama ini kita lihat betapa pendidikan telah diredusir sebagai proses untuk lulus EBTANAS atau UMPTN tetapi tidak diarahkan kepada membentuk masyarakat yang bermoral dan beradab. Sesuai dengan UUD 1945, pendidikan seharus­nya mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini berarti pendidikan adalah usaha untuk memberdayakan manusia. Manusia yang berdaya adalah manusia yang dapat berpikir produktif kreatif, yang mandiri, dan yang dapat membangun dirinya dan masyarakatnya.

3. Pendidikan adalah Proses Pembudayaan

Selama Orde Baru kita lihat pendidikan telah diasingkan dari kehidupan kebudayaan di dalam arti yang luas. Pendidikan menjadi semata-mata dari kekuasaan atau dipolitikkan oleh segolongan elit penguasa. Pendidikan seharusnya merupakan suatu proses pembudayaan yang diarahkan kepada berkem­bangnya kepribadian seorang yang mandiri sebagai anggota masyarakat yang demokratis.

C. Reaktualisasi Pendidikan Nasional

Aktualisasi pendidikan nasional dengan posisi yang baru dan paradigma baru dalam mewujudkan masyarakat Indonesia baru menuntut prinsip-prinsip dasar sebagai berikut.

1. Partisipasi masyarakat di dalam mengelola pendidikannya (community based education).

2. Demokratisasi proses pendidikan.

3. Sumber daya pendidikan yang profesional.

4. Sumber daya penunjang yang memadai

Partisipasi Masyarakat

Salah satu konsekuensi dari pailisipasi masyarakat untuk menghidupkan masyarakat demokrasi ialah community based education (CBE). CBE menuntut masyarakat (orang tua, pemimpin masyarakat lokal, pemimpin nasional), dunia kerja, dunia industri harus ikut serta di dalam membina pendidikannya

Sesuai dengan ke­inginan untuk desentralisasi balk di dalam pemerintahan maupun di dalam keperigurusan kebutuhan-kebutuhan masya­rakat yang rill, maka desentralisasi pendidikan telah me­rupakan suatu tuntutan. Dengan demikian, struktur manajemen pendidikan harus disesuaikan dengan keikutsertaan secara aktif masyarakat di dalam pelaksanaannya. Pendidikan yang berakar dari masyarakat berarti pula adanya partisipasi dan kontrol dari masyarakat yang empunya pendidikan tersebut.

Sumber Daya Manusia yang Profesional

Desentralisasi dan demokratisasi proses pendidikan memerlu­kan tenaga-tenaga yang terampil dan profesional. Pada mass Orde Baru kita lihat matinya berpikir kritis dan inisiatif. Yang ditumbuhkan ialah berpikir uniform untuk mencapai suatu standar nasional yang abstrak. Demikian pula pars pengasuh pendidikan nasional tidak mengembangkan ke­mampuan kualitas di dalam manajemennya serta proses pendidikan tidak diarahkan kepada mengembangkan berpikir kritis dan inovatif. Dengan demikian pendidikan semacam itu tidak empunyai relevansi dan akuntabilitas. Kunci dari pelaksanaan prinsip ini, antara lain adanya pendidikan dan pengembangan profesi guru yang profesional.

Sarana dan Sumber Daya Pendidikan Penunjang Yang Memadai

Memang diakui selama ini cukup banyak yang telah kita capai, dan investasi di dalam pengembangan pendidikan relatif cukup besar. Namun demikian dilihat secara makro, investasi pendidikan kita tergolong yang rendah di. kawasan Asia. Di dalam kawasan ini peranan masyarakat (pendidikan swasta) perlu mendapat kajian kembali. Di dalam berbagai penelitian menunjukkan justru masukan swasta untuk pem­biayaan pendidikan sekolah dasar di Indonesia termasuk yang terendah.

Artikulasi Sistem Pendidikan sesuai dengan Jiwa Desentralisasi

Pengalaman kita selama ini, jenjang pendidikan kita dikotak­kotakkan sesuai dengan pengaturan birokrasi. Sebagai bentuk yang sangat ekstrem pendidikan tinggi tidak mempunyai orientasi ke bawah tetapi berorientasi ke atas. Dengan demi­kian pendidikan tinggi kita tidak mempunyai relevansi dengan kebutuhan pembangunan daerah atau pembangunan masya­rakat lokal. Justru pendidikan tinggi kita tidak berhubungan dengan jenjang pendidikan di bawahnya. Pendidikan me­nengah juga terpisah dari pendidikan dasar birokrasi. Hal ini sangat tidak menguntungkan bagi pengem­bangan masyarakat dan budaya daerah karena tidak ditunjang secara sinergetik oleh sistem pendidikannya. Sesuai dengan jiwa otonomi, artikulasi berbagai jenis dan jenjang pendidikan di daerab, perlu segera dibangun agar sistem pendidikan secara keseluruhan menunjang ke arah terbentuknya masya­rakat demokratis yang dimulai dari bawah (grass root). Dengan demikian aktualisasi pendidikan nasional sebagai proses pembudayaan akan lebih cepat dan berhasil.

BAB II

MASYARAKAT INDONESIA BARU: PERAN PENDIDIKAN NASIONAL

Dalam masa reformasi inikita igin mewujutkan masyarakat Indonesia baru yang menghargai nilai-nilai dan haka asazi manusia, suatu masyarakat terbuka dan demo­kratis Berta penuh toleransi di atas kenyataan kebhinnekaan bangsa Indonesia, menuju satu bangsa Indonesia yang bersatu adil dan makmur.

1. MASYARAKAT INDONESIA BARU

meningkatkan peranan pendidikan di dalam me­wujudkan suatu masyarakat Indonesia baru merupakan per­wujudan gerakan reformasi masyarakat dan bangsa Indone­sia. Masyarakat Indonesia baru yang akan kita bangun ialah masyarakat madani Indonesia.

A. Masyarakat Madani Indonesia

Kita sepakati bahwa masyarakat baru yang kita cita-citakan untuk diwujudkan ialah suatu masyarakat madani Indonesia yang bersifat universal (civil society). Apakah ciri-ciri utama dari suatu masyarakat madani univer­sal? Di dalam uraian Hikam' yang mengambil pemikiran seorang ahli politik Prancis, Alexis de Tocqueville di­kemukakan mengenai ciri-ciri masyarakat madani sebagai berikut.

v Kesukarelaan

Masyarakat madani bukanlah suatu masyarakat paksaaan tetapi yang mempunyai komitmen bersama untuk mewujudkan cita-cita bersama.

v Keswasembadaan

Keanggotaan masyarakat madani adalah keanggotaan yang penuh percaya diri dan bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakatnya.

v Kemandirian Tinggi terhadap Negara

Mtksyarakat madani adalah manusia-manusia yang percaya diri sehingga tidak tergantung kepada perintah orang lain ter­masuk negara. Negara adalah kesepakatan bersama sehingga tanggung jawab yang lahir dari kesepakatan tersebut adalah juga tuntutan- dan tanggung jawab dari masing-masing anggota. Inilah negara yang berkedaulatan rakyat.

v Kepatuhdn terhadap Nilai-Nilai Hukum yang Dipatuhi Bersama

Masyarakat madani adalah masyarakat yang mengakuisupremasi hukum. Masyarakat Indonesia mempunyai ciri‑cirinya yang khas. Berdasarkan ciri-cirinya yang khas inilah dibangun suatu masyarakat madani Indonesia menuju masyarakat madani yang universal. Masyarakat madani In­donesia mempunyai ciri-ciri antara lain adanya keragaman budaya Indonesia yang merupakan dasar pengembangan identitas bangsa Indonesia dan kebudayaan nasional.

B. Realitas Kehidupan Masyarakat Indonesia

Kehidupan masyarakat dan budaya Indonesia sangat beragam. Keragaman tersebut bukanlah merupakan kelemahan tetapi justru merupakan kekayaan bangsa Indonesia. Di dalam keanekaragaman masyarakat dan budaya tersebut memang mengandung potensi lahirnya sukuisme atau pandangan­pandangan sempit yang mengagungkan kelompok atau suku sehingga merupakan bahaya bagi kehidupan kesatuan bangsa. Namun demikian suatu bentuk kehidupan yang nyata bukanlah mengasingkan seorang individu dari lingkungan budayanya. Justru di dalam lingkungan budayanya sendirilah seorang akan menemukan identitasnya.

Yang menjadi masalah bagi masyarakat Indonesia yang majemuk ialah pads saat yang bersamaan perlu dikembangkan pula identitasnya sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai tujuan hidup, bersama. Kedua tujuan tersebut tidak saling bertentangan tetapi akan saling melengkapi. Pertarna-tams kita adalah produk dari lingkungan kita, dari kebudayaan di sekitar kita, dari kebudayaan suku di mans kita hidup, dan sekaligus pula merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang ingin kita wujudkan. Dan bukan sebaliknya kita mulai dengan suatu kebudayaan yang abstrak yang masih di dalam proses pembentukannya yaitu kebudayaan Indonesia.

PENDIDIKAN DAN POLITIK

Apabila kita berbicara mengenai pendidikan dan politik, maka bukan berarti menjadikan pendidikan sebagai alat politik. Memang pada masa yang lalu pendidikan telah dijadikan alat kepentingan politik tertentu. Uraian di bawah ini menunjukkan keterkaitan antara proses pendidikan dan kehidupan politik dalam arti bahwa pendidikan tidak terlepas dari politik dan politik itu sendiri adalah pendidikan

A. Hubunga politik dan pendidikan

Marilah kita kaji kembali pendapat Aristoteles mengenai hubungan antara pendidikan dan politik. Menurut Aristoteles adalah tidak mungkin kita membicarakan masalah-masalah pendidikan terlepas dari konsep kehidupan yang baik (good life). Masing-masing orang atau masyarakat mempunyai persepsinya sendiri mengenai apa yang dimaksudkan dengan kehidupan yang baik (good life). Oleh sebab itu, maka orang akan mempunyai konsep yang berjenis-jenis mengenai pendidikan. Dengan demikian masalah pendidikan akan terletak dalam tatanan politik.

Pendidikan haruslah bersinergis dengan bidang-bidang kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan budaya dalam arti terbatas, sehingga keseluruhannya merupakan suatu kesatuan yang soling mendukung. Pendidikan ticlak terlepas dari komponen-komponen yang lain artinya pendidikan tidak berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari usaha ke­seluruhan. Oleh sebab itu apabila terjadi krisis kehidupan seperti yang dialami masyarakat clan bangsa. Indonesia dewasa ini pads hakikatnya juga merupakan refleksi dari kegagalan sistem pendidikan nasionalnya.

B. Tatanan Sosial dan Otonomi Individu

Untuk mewujudkan suatu kehidupan bersama guna mencapai kebahagiaan dari suatu masyarakat diperlukan dua hal. Pertama, suatu konsep kolektif mengenai kewajiban bersama. Hal ini berarti diakuinya individualisme dan pluralisme sekaligus.

C. "The New Golden Rule"

Di dalam masyarakat Indonesia yang pluralistic kits akan membangun suatu masyarakat yang demokratis. Kehidupan bermasyarakat secara demokratis di dalam arti yang sebenar­nya perlu dipelajari dan dipraktekkan. Amitai Etzioni seorang pakar sosiologi yang terkenal mengemukakan beberapa kriteria pengembangan keberagaman di dalam rangka men­capai kesatuan.11 Kriteria tersebut antara lain ialah demokrasi adalah suatu nilai dan bukan hanya suatu prosedur. Hal ini berarti bahwa kehidupan bermasyarakat yang demokratis bukan hanya menaati prosedur-prosedur tertentu tetapi yang petting ialah mewujudkan nilai-nilai demokrasi itu sendiri seperti penghargaan terhadap pendapat yang berbeda dan kebebasan untuk menyampaikan pendapat.

Amitai Etzioni menyatakan bahwa komitmen terhadap tatanan moral pads hakikatnya merupakan suatu yang sukarela, atau voluntary tanpa paksaan. Tatanan sosial secara voluntary akan membina suatu tatanan sosial yang seimbang antara kepentingan sosial dan otonomi individual yang diakui secara sosial. Inilah yang dia sebut "the new golden rule. " The new golden rule tersebut hanya dapat diciptakan melalui tingkah laku atau melalui pendidikan. Di sinilah terletak makna yang besar dari peranan pendidikan di dalam mencipta­kan suatu masyarakat barn yang berisikan keseimbangan antara tatanan sosial dan otonomi individual.

PEDADOGIK PEMBEBASAN: SUATU KEBUTUHAN

Krisis yang telah melanda kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia telah melahirkan suatu gerakan reformasi yang menuntut masyarakat baru Indonesia. Keterkaitan antara pendidikan dan kebudayaan Berta seluruh kehidupan masya­rakat, menuntut paradigma baru pendidikan nasional. Para­digms baru pendidikan nasional akan menentukan posisi atau reposisi dan reaktualisasi pendidikan nasional dalam upaya kita mewujudkan masyarakat Indonesia baru. Di dalam kaftan ini kita perlukan suatu pedagogik baru yaitu pedagogik pembebasan yang sesuai dengan kehidupan masyarakat yang demokratis.

A. Pedagogik Kritis bagi Indonesia

Pedagogik yang kita kenal di Indonesia dewasa ini adalah pedagogik dengan paradigma yang sangat sempit ialah cenderung melihat masalah pendidikan semata-mata sebagai masalah-masalah teknis di dalam ruangan kelas. Seperti telah diuraikan, pendidikan bukanlah semata-mata pengajaran tetapi pendidikan adalah berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia di dalam masyarakat. Pendidikan bukan hanya sekadar membikin peserta diclik pandai menghafal tetapi yang lebih penting ialah menjadikannya sebagai manusia. Pendidikan adalah proses hominisasi dan proses hurnamsasi seseorang dalam kehidupan keluarga, masyarakat, yang berbudaya kini dan mass depan. Dengan rumusan tersebut maka pandangan yang sempit mengenai pendidikan akan sulit berfungsi di dalam membangun masyarakat Indo­nesia

Di dalam perkembangan pedagogik dewasa ini dapat kita an Besar identifikasikan lima aliran besar, yaitu:

aliran fungsionalisme dengan tokoh-tokohnya Durkheim dan Parsons,

aliran kulturalisme dengan tokohnya Brameld dan Ki Hadjar Dewantara,

aliran kritikal dengan tokoh-tokohnya Marx, Bowles, Freire, Gyroux, clan Vygotzky,

aliran interpretatif dengan tokohnya Bernstein,,

aliran pasca-modern dengan tokoh-tokohnya Derrida, Foucault, Gramsci."

Aliran-aliran tersebut di atas mempunyai pandangannya sendiri mengenai masa kini dan masa depan masyarakat yang diinginkan. Bagi aliran fungsionalisme, fungsi pen­didikan masa kini adalah transmisi kebudayaan dan memper­tahankan tatanan sosial yang ado. Masa depannya dipersiapkan dengan mengajarkan fungsi-fungsi dalam masyarakat masa depan.

Aliran kulturalisme melihat fungsi pendidikan masa kini sebagai upaya untuk merekonstruksi masyarakat. Masyarakat mempunyai masalah-masalah yang dihadapi dan upaya pendidikan ialah untuk mengatasi masalah-masalah tersebut seperti identitas bangsa, benturan kebudayaan, preservasi dan pengembangan budaya. Fungsi pendidikan ialah menata masyarakat berdasarkan fungsi-fungsi budaya yang universal dengan berdasarkan budaya lokal yang berkembang ke arah kebudayaan nasional dan kebudayaan global seperti teori TRIKON dari Ki Hadjar Dewantara.

Bagi aliran kritikal yang terbagi atas penganut teori konflik seperti Marx, Bowels, juga yang menganut teori kritikal seperti Freire, Gyroux, dan Vygotzky. Masa kini fungsi pen­didikan dilihat sebagai reproduksi tatanan ekonomi yang sedang berjalan. Sedangkan bagi Freire, Gyroux, dan Vygotzky fungsi pendidikan ialah memberdayakan kaum tertindas (the oppressed)." Pembangunan masyarakat masa depan bagi pedagogik kritikal ditekankan kepada pembinaan pemerataan ekonomi melalui perjuangan kelas seperti Marx, atau mengembangkan keaksaraan kritikal (critical literacy) bagi rakyat banyak.

Bagi aliran interpretatif, tugas pendidikan ialah mengajarkan berbagai peran dalam masyarakat melalui program-program dalam kurikulum. Sedangkan untuk mass depan pendidikar berfungsi untuk menghilangkan berbagai bias budaya dan kelas-kelas sosial yang membedakan antara kelompok slit dan rakyat jelata yang miskin.

B. Masalah-Masalah Kritis dalam Pendidikan

Di dalam membangun masyarakat Indonesia baru tentunya tidak terjadi di dalam sekejap atau semudah membalikkan telapak tangan. Reformasi pendidikan merupakan suatu reformasi tingkah laku yang dengan sendirinya meminta waktu clan usaha yang ulet. Pendidikan yang merupakan aspek dari kebudayaan tidak muclah untuk diubah sebagai­mana kebudayaan itu sendiri sulit untuk diubah dalam sekejap mats. Oleh sebab itu, reformasi pendidikan haruslah ber­tahap dengan memperhitungkan berbagai potensi, kelemahan, kekuatan, dan kemungkinan yang terbuka. Dengan demi­kian reformasi pendidikan menuntut adanya perencanaan yang matang dan persiapan yang cukup serta ditopang oleh sumber-sumber yang memadai, termasuk komitmen politik masyarakat.

Di dalam membangun masyarakat Indonesia barn, masalah­masalah kritis pendidikan yang dihadapi masyarakat dan bangsa Indonesia dalam jangka menengah antara lain sebagai berikut.

1. Pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai demokrasi.

2. Pengembangan hak asasi manusia.

3. Pemberantasan kemiskinan.

4. Pelaksanaan otonomi daerah dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.

Dalam pengembangan nilai-nilai demokrasi melalui pendidikan berarti bahwa nilai-nilai tersebut harus menjiwai di dalam seluruh kegiatan pendidikan termasuk sistemnya, kurikulumnya, clan metodologi yang digunakar. Praktek­praktek pendidikan yang indoktrinatif tidak sesuai dengan tujuan tersebut, jugs kurikulum yang sangat sentralistik clan mematikan potensi individu. Proses belajar-mengajar yang mematikan inisiatif dan berpikir kreatif peserta didik suclah tidak lagi pads tempatnya.

BAB III

REPOSISI DAN REAKTUALISASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PENDAHULUAN

Ketika suatu masyarakat dalam keadaan krisis maka orang bertanya apa yang terjadi dengan manusia? Bukankah setiap krisis pada hakikatnya merupakan ulah manusia? Dalai lama pemenang hadiah Nobel Perdamaian mengungkapkan abad ini merupakan abad krisis kemanusiaan (humanity).' Abad ini mengenal dua perang dunia besar Berta perang regional lainnya yang telah memporak-porandakan kehidupan manusia. Sebenarnya umat manusia mempunyai satu kesatuan yaitu kesatuan kemanusiaan untuk mencapai kesejahteraan (happi­ness).

Mencapai kesejahteraan berard lepas dari berbagai jenis konflik, perang, kecurigaan, clan mencapai Baling pe­ngertian. Di dalam bidang ekonomi, manusia menjauhkan diri dari berbagai jenis kerakusan, monopoli, jurang yang, besar antara yang kaya dan yang miskin karena kehilangan kepekaan sosial. Dalam bidang hukum, ada manusia atau kelompok manusia yang berdiri di atas hukum clan menginjak­injak hak-hak asasi manusia. Dari keadaan yang dilukiskan di atas menuntut pada kita suatu dambaan agar supaya manusia dipersiapkan kembali untuk menghadapi persoalan- persoalan kemanusiaan yang mendasar kini dan masa depan Untuk dapat menghadapi persoalan-persoalan tersebut perlukan manusia yang cerdas, yang mampu melihat persoalankehidupan secara jernih dan berniat untuk membangun suatukehidupan haru yaitu masyarakat madani.'

.KRISIS KEHIDUPAN YANG MENYELURUH MERUPAKAN REFLEKSI KEGAGALAN SISTEM PENDIDIKANN NASIONAL

Masyarakat dan bangsa Indonesia dewasa ini sedang di dalam keterpurukan krises yang dalam. Krises telah menimpa seluruh aspek kehidupan masyarakat kita yaitu di dalam bidang politik, ekonomi, hukum, clan kebudayaan. Oleh sebab itu masyarakat dan bangsa kita ingin melakukan reformasi total di dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Reformasi total dalam seluruh aspek kehidupan bangsa berarti pula reformasi dari manusia Indonesia secara keseluruhan. Di dalam hat inilah dapat clikatakan bahwa krisis dan reformasi kedua-duanya pada hakikatnya berkenaan dengan hasil dan proses pendidikan.

Bukankah berbagai jenis krisis yang terjadi adalah ulah manusia yaitu manusia sebagai hasil dari pendidikan yang telah diperolehnya? Selanjutnya keberhasilan usaha reformasi kita yang berkesinambungan clan melihat jauh ke depan, hanya dapat berhasil apabila manusia Indone­sia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan cita-cita reformasi tersebut. Di sini kita lihat betapa peran strategic pendidikan nasional di dalam mewujudkan cita-cita nasional. Di dalam hat ini perlu kita sepakati bahwa proses pendidikan bukan hanya sesuatu yang terjadi di antara dinding-dinding sekolah atau akademi atau pendidikan tinggi tetapi terjadi di dalam kehidupan manusia secara keseluruhan di dalam keluarga, di dalam masyarakat dan bernegara dengan berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, hukum, clan kebudayaan.

Pendidikan dalam arti yang sebenarnya adalah segala bentuk interaksi manusia di dalam masyarakat untuk mewujudkan suatu cita-cita bersama. Dengan demikian penanggulangan krisis masyarakat Indonesia dewasa ini dan usaha reformasi kehidupan yang akan datang merupakan pula program yang sangat esensial di dalam pengembangan sistem pendidikan nasional.

A. Krisis Kehidupan yang Menyeluruh

TangGa mengingkari berbagai perbaikan tingkat kehidupan masyarakat Indonesia selama 32 tahun terakhir, namun demikian ketika masyarakat dan bangsa Indonesia mengalami krisis sejak tahun 1997 berbagai sukses yang dicapai perlu dipertanyakan kembali. Seiring dengan sukses yang telah cliperoleh ternyata telah mengorbankan berbagai nilai luhur yang sebenamya hidup dan berkembang di dalam kebudayaan masyarakat clan bangsa Indonesia. Krisis kehidupan yang menyeluruh terjadi di dalam kehidupan politik, ekonomi, hukum, dan kebudayaan. Di dalam bidang politik kita lihat

semakin matinya kehidupan demokrasi. Demokrasi yang menjamin pluralitas atau kemajemukan kehidupan berbangsa dan bernegara, yang mengakui keunikan kemajemukan dan perbedaan pendapat telah dinegasikan. Dengan demikian kehidupan bersama berdasarkan dialog dan tukar pikiran telah dikubur,sehingga usaha untuk memecahkan persoalan bersama telah diganti dengan cara-cara pemaksaan melalui berbagai instruksi atau peraturan dari penguasa.3 Dengan demikian partisipasi masyarakat di dalam menentukan ber­bagai kebijakan baik di dalam kehidupan bersama maupun di dalam pemerintahan semakin lama semakin sempit

B. Pendidikan dan Kebudayaan

Pendidikan baik secara teoritik maupun secara praktis tidak terlepas dari kebudayaan. Pendidikan tidak terjadi di dalam oakum tetapi terjadi di dalam interaksi antara manusia di dalam suatu masyarakat yang berbudaya. Tidak dapat kita membayangkan adanya suatu masyarakat tanpa budaya. Oleh sebab itu pendidikan dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan. Kebudayaan itu dinamis dan terns berkembang karena adanya proses pendidikan. Proses pendidikan bukan hanya mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan tetapi juga mengembangkan bahkan dapat mematikan kebudayaan itu sendiri.' Sebagai proses transformasi, proses pendidikan mentransformasikan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi lain. Tetapi juga proses pendidikan itu membentuk pribadi-pribadi yang kreatif yang menjadi penggerak serta pengembang dari jaringan kebudayaan di mans dia hidup.' Pribadi yang tidak kreatif dan tidak produktif akan menjadi beban kebudayaan atau beban dari masyarakatnya. Dengan demikian krisis kebudayaan adalah merupakan refleksi dari kegagalan sistem pendidikannya.

Antara pendidikan dan kebudayaan terdapat keterkaitan yang Baling memperkuat satu dengan yang lain.' Dengan demikian krisis kebudayaan adalah krisis pendidikan. Reformasi total kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia haruslah pula merupakan suatu reformasi total kebudayaan dan di dalam rangka reformasi kebudayaan total Inilah terletak reformasi pendidikan nasional. Memang krisis kebudayaan adalah me­rupakan krisis kemanusiaan. Di dalam mass krisis yang kita alarm dewasa ini tampaklah manusia-manusia tanpa disiplin, manusia yang menerapkan hukumnya sendiri, manusia rakus dan kehilangan pertimbangan akal sehat.

Apabila ada teorama yang mengemukakan manusia menyimpan sifat kebinatangan dan berbahaya apabila tidak diarahkan, maka pendidikan nasional Indonesia dikhawatirkan telah melahirkan "manusia­manusia buaya" tanpa budaya. Hanya manusia berbudaya yang dapat mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan. Inilah tugas pendidikan nasional untuk melahirkan kembali manusia­manusia yang berbudaya di mans nilai-nilai kemanusiaan itu diwujudkan di dalam kehidupan politik, kehidupan ekonomi, dan kehidupan hukum dalam masyarakat. Kebudayaan meminta bukan saja manusia yang cerdas tetapi cerdas dan berbudaya. Inilah manusia yang terdidik dan berbudaya (edu­cated and civilized human being).'

C. Tantangan Globalisasi

Selain dari masalah internal yang dihadapi masyarakat dan bangsa Indonesia di mass krisis dewasa ini, sekaligus pula masyarakat dan bangsa Indonesia memasuki milenium ketiga dengan tantangan-tantangan global yang semakin intensif. Kita tidak dapat menghindarkan diri dari tantangan-tantangan global tersebut. Tantangan global sekaligus membuka pe­luang-peluang barn bagi masyarakat dan bangsa Indonesia untuk dapat terns hidup bahkan dapat meningkatkan taraf hidupnya.

Di dalam Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 dipaparkan berbagai trend kehidupan di Asia abad 21 yang penuh dengan tantangan dan peluang. Tantang-tantangan tersebut antara lain kemajuan teknologi yang sangat pesat khususnya teknologi komputer, lahirnya kehidupan demokrasi yang semakin marak, pengakuan akan hak-hak asasi manusia, masalah gender, dan tats kehidupan ekonomi baru sesudah Asia mengatasi krisis.

Di dalam menjawab kecenderungan­kecenderungan tersebut diperlukan suatu bentuk pendidikan baru untuk dapat memberikan jawaban yang tepat terhadap lahirnya budaya global. Hanya dengan persiapan-persiapan yang baik bangsa-bangsa Asia siap memasuki milenium ketiga yaitu memiliki sikap inovatif dan man menanggung risiko yang terakumulasi.9 Dengan kedua sikap ini bangsa Asia dapat ikut serfs di dalam kehidupan global yang semakin cepat dan semakin menyatu.

Mengembangkan sikap inovatif, yang merupakan salah satu kelemahan pendidikan di Asia termasuk di Indonesia, harus menjadi topik dan agenda utama dalam pendidikan nasional. Hanya bangsa yang inovatif yang dapat memetik makna dari kehidupan global. Sebaliknya bangsa yang pendidikannya terus-menerus hanya me­mentingkan hafalan, mengisi ujian multiple choice, menghafal rumus-rumus yang ruwet tetapi tidak inovatif maka dia tidak dapat bersaing. Para mahasiswa Asia di negara maju terkenal sangat mendominasi ilmu pengetahuan dan teknologi namun belum merupakan jaminan bahwa bangsa-bangsa tersebut akan mendominasi kehidupan global. Yang diperlukan ialah sikap inovatif dan produktif, di dalam mengadakan penemuan­penemuan baru bagi kesejahteraan dan peningkatan hidup manusia. Inilah salah satu agenda utama pendidikan nasional untuk milenium ketiga."

REPOSISI PENDIDIKAN NASIONAL

Setelah kita lihat hakikat krisis kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia sebagai krisis kebudayaan yang berarti pula sebagai krisis pendidikan, maka kita memerlukan suatu rangkaian paradigma baru sistem pendidikan nasional. Paradigma baru tersebut antara lain merupakan pelajaran dari kegagalan yang kita alami selama krisis.

Paradigma baru tersebut mewajibkan kita untuk mengadakan evaluasi terhadap posisi pendidikan nasional di dalam kehidupan nasional. Reposisi pendidikan nasional pertama-tama harus kita cari di dalam akar persoalannya. Selama ini ternyata pendidikan nasional telah tercabut dari persemaian di mane die hidup yaitu kebudayaan nasional.

Selama ini ternyata pendidikan nasional telah tercabut dari persemaian di mane die hidup yaitu kebudayaan nasional. Kite tentunya dapat mempersoalkan sesudah ada atau belum ada kebudayaan nasional. Namun apabila di etas telah diuraikan bahwa pendidikan kita tidak terlepas dari kebudayaan bahkan merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri, maka tidak dapat kita bayangkan adanya pendidikan tanpa kebudayaan. Seterusnya, apabila kita bersepakat untuk mewujudkan suatu masyarakat dan bangsa Indonesia maka adalah merupakan suatu kewajiban kits untuk membentuk dan mengembangkan kebudayaan nasional. Pendidikan nasional tidak dapat hidup tanpa kebudayaan nasional.

A. Redefinisi Pendidikan Nasional

Setelah kita lihat krisis kehidupan menyeluruh yang merupa­kan refleksi kegagalan sistem pendidikan nasional, maka kita memerlukan defisini baru atau redefinisi pendidikan nasional. Ada tiga hal yang perlu dikaji kembali.

a. Pendidikan haruslah ditafsirkan secara lugs.

Kini pen­didikan hanya dibatasi sebagai schooling. Oleh sebab itu tanggung jawab pendidikan oleh masyarakat telah dilimpahkan semuanya kepada sekolah. Hal ini telah menyebabkan terasingnya pendidikan dari kehidupan nyata dan terlemparnya masyarakat dari tanggung jawab pendidikan. Rumusan mengenai adanya jenis pendidikan formal dan non-formal perlu disempurnakan lagi yaitu melengkapinya dengan pendidikan in-formal yang justru lebih memegang peranan penting di dalam pembentukan tingkah laku manusia. Undang-Undang No.--2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah meng­hilangkan bentuk pendidikan in-formal tersebut.

b. Pendidikan ternyata tidak dapat dipisahkan dari ke­seluruhan hidup masyarakat

Dengan kata lain merupakan sebagian dari kebudayaan. Dengan demikian tujuan pendidikan yang selama ini hanya kepada pem­bentukan intelektual semata-mata haruslah diubah me­liputi pembentukan seluruh spektrum inteligensi manusia. Oleh sebab itu program pendidikan di sekolah bukan hanya ditujukan kepada sekelompok keeil anak-anak yang memiliki inteligensi akademik tetapi jugs harus meliputi pengembangan berbagai macam inteligensi se­perti inteligensi emosional, inteligensi estetik, inteligensi interpersonal, dan seterusnya.

Dengan tinjauan di atas, maka tujuan pendidikan bukan hanya manusia yang cerdas di dalam arti menguasai kecerdasan akademik tetapi yang terpenting ialah is haruslah manusia yang berbudaya. Yang kita perlukan bukan hanya educated human being tetapi educated and civilized hu­man being yaitu manusia yang cerdas dan beradab

Dengan deskripsi di atas maka dapatlah kita rumuskan kembali pendidikan nasional sebagai proses hominisasi dan huma­nisasi seseorang, berlangsung dalam lingkungan kehidupan keluarga dan masyarakat yang berbudaya, kini dan mass depan."

Redefinisi yang sederhana di atas mengimplikasikan beberapa pengertian. Pertama-tama ialah bahwa pendidikan bukan hanya menjadikan manusia itu berbeda dengan binatang yang dapat makan, minum, berpakaian, clan mempunyai tempat tinggal, tetapi juga merupakan suatu proses humanisasi atau proses pemanusiaan seseorang. Hal ini berarti bahwa inti pendidikan ialah memiliki clan melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan yang berlaku di dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

Nilai­nilai tersebut hidup dan berkembang, dikembangkan di dalam lingkungan keluarga clan masyarakat yang berbudaya. Orientasi kebudayaan tersebut merupakan tuntutan kehidupan mass depan termasuk kehidupan global. Dengan demikian adalah jelas bagi kita proses pendidikan nasional tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab keluarga dan masyarakat di dalam konteks kebudayaan masyarakat Indonesia yang bhinneka. Selanjut­nya sebagai smrang manusia Indonesia kita memerlukan lingkungan kebudayaan nasional yang dapat melahirkan manusia­manusia Indonesia yang berbudaya clan merasa bersatu sebagai bangsa Indonesia."

B. Pendidikan Adalah Proses Pemberdayaan

proses pendidikan haruslah diarahkan agar sehingga potensi yang ada pada anak manusia tersebut dikembangkan seoptimal mungkin sesuai dengan fitrahnya, dia dapat menyumbangkan kemampu­annya untuk pengembangan dirinya, pengembangan masya­rakatnya, dan seterusnya untuk negaranya, serta kehidupan umat manusia pada umumnya.

Pertama-tama tentuny lingkungan kehidupan anak manusia harus memberika4 kesempatan untuk pengembangan, potensinya. Lingkungar tersebut hendaknya membeAan kesempatan kepada per­kembangan anak manusia agar dia tidak terkungkung atau dibatasi oleh suatu tujuan yang telah direkayasakan.

Berilah kesempatan kepada anak manusia itu berkembang sesuai dengan potensi yang ada padanya. Dengan demikian bukannya hanya lingkungan merupakan sumber days pendidikan yang harus diperkaya tetapi juga manajemen serta pars pelaksana proses pendidikan tersebut haruslah sesuai dengan tuntutan kemerdekaan dan hak asasi yang ada pads anak didik. Sistem pendidikan yang demikian adalah sistem pendidikan yang diarahkan kepada pemberdayaan anak manusia. Pember­dayaan tersebut haruslah merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat sehingga lingkungan mengondisikan terbentuk­nya sikap yang produktif dari anak didik. Pedagogik pem­bebasan" yang berkembang akhir-akhir ini tidak lain ialah proses pendidikan yang memberdayakan peserta didik, masya­rakat, juga negara, yang memberikan kesempatan yang seluas­luasnya bagi berkembangnya pribadi-pribadi yang bebas yang mengenal kata hati dan kemanusiaan serta bebas dari segala jenis oppressive baik oppressive ekonomis, oppressive politik -dan oppressive psikis.

C. Pendidikan adalah Proses Pembudayaan

Hanya manusialah yang memiliki budaya. Kebudayaan bukan hanya membentuk pribadi seseorang tetapi juga dikembang­kan oleh manusia itu sendiri. Dengan demikian jelaslah kiranya bahwa pendidikan tidak lain dari proses pem­budayaan. Tanga pendidikan yang inovatif dan kreatif maka kebudayaan akan hilang. Perkembangan kebudayaan, pe­nguasaan unsur-unsur barn di dalam kebudayaan seperti kebudayaan global hanya dapat terlaksana apabila pelaku‑pelaku kebudayaan melalui pendidikan adalah manusia­manusia yang inovatif dan produktif.

Pendidikan adalah merupakan sebagian dari proses ke­budayaan artinya apabila pendidikan itu dilepaskan dari kebudayaan maka tujuan pendidikan dapat dimanipulasi ke arah yang kurang jelas atau bahkan ke arah yang salah clan dapat direkayasa oleh kekuatan-kekuatan politik penguasa

Reposisi pendidikan nasional dapat kita rumuskan sebagai pengarahan proses pendidikan sebagai proses pembudayaan serta pelaku kebudayaan yang produktif, oleh sebab itu sistem pendidikan nasional haruslah memberikan kesempatan pads pengembangan pribadi peserta didik untuk mengembang­kan inteligensinya di dalam spektrum yang lugs

Dengan demikian proses pendidikan nasional akan menghasilkan self renewal reformation karena berpangkal kepada manusia In­donesia yang berbudaya. Adanya suatu kekhawatiran bahwa gerakan reformasi dewasa ini akan menjadi gerakan Orde Baru bab kedua, bab ketiga, clan seterusnya tidak akan ter­jadi lagi, oleh karena reformasi yang berkesinambungan didukung oleh manusia-manusia yang berjiwa reformasi me­lalui pendidikan nasional yang diclasarkan kepada kebudayaan dengan nilai-nilai luhur yang ada di dalamnya. Sistem pen­didikan nasional bukan hanya menghasilkan manusia-manusia yang cerclas (cerclas secara akademis) tetapi juga yang ber­moral tinggi dan produktif menghadapi tantangan kehidupan yang penuh persaingan, dalam milenium ketiga.

III. REAKTUALISASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Sesudah kita tentukan posisi baru dari pendidikan nasion; dalam rangka reformasi total kehidupan masyarakat da berbangsa, maka tibalah gilirannya untuk mengaktualisasika sistem pendidikan nasional yang sesuai dengan posisiny yang baru. Kenyataan selama Orde Baru menunjukkan per didikan nasional telah kehilangan akuntabilitasnya. Pet didikan telah terlempar dari kebudayaan bahkan nilai-nifi moral yang merupakan pengikat kehidupan dan kelanjuta hidup suatu kebudayaan telah mulai sirna. Krisis moral tela melanda kehidupan bangsa kita. Dalam rangka inilah kii perlu mereaktualisasikan kembali dunia pendidikan nasion~ dalam berbagai segi.

A. Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu kenyataan penyelenggaraan pendidikan dalar Orde Baru ialah terpisahnya pendidikan dari masyarakat Akibatnya ialah pendidikan diarahkan terpisah dari kebutuhar masyarakat, dari dunia industri dan dunia kerja. Intelek tualisme yang sempit telah memisahkan dunia pendidika dari kehidupan yang sebenarnya.

Peran serta masyarakat di dalam penyelenggaraan pendidika berarti pula pemberdayaan masyarakat itu sendiri di dalar ikut serta menentukan arah dan isi pendidikannya. Di dalar kaitan ini gerakan desentralisasi pendidikan yang sesu, dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 berarti meng- - ikutsertakan masyarakat di dalam menentukan akuntabilita pendidikannya. Barangkali dalam kaitan ini kita belajar dar negara, maju seperti pembentukan Landgrant Colleges d Amerika Serikat berdasarkan Merrill Act 1862 dan 1890, d mans pendidikan diberdayakan untuk pembangunan khusus­nya pertanian di negara-negara bagian.

B. Demokratisasi Proses Pendidikan

Sistem pendidikan kita telah diarahkan kepada suatu bentuk pendidikan yang sangat intelektualistis karena hanya me­ngembangkan beberapa aspek terbatas dari inteligensi manu­sia. Gardner telah menunjukkan bahwa inteligensi bukan hanya inteligensi akademik saja tetapi bermacam-macam inteligensi yang perlu dikembangkan untuk menciptakan suatu kebudayaan yang kaya dan dinamis. Begitu pula salah satu unsur kebudayaan yang sangat penting ialah moralitas dan agama kurang mendapatkan perhatian di dalam kirikulum pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.15

Demokratisasi pendidikan ternyata belum sepenuhnya dilak­sanakan. Pendidikan negeri menjadi favorit karena seakan­akan tidak memerlukan biaya. Pendidikan swasta yang benar­benar dilaksanakan oleh masyarakat ternyata harus berdiri sendiri. Dengan demikian kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan bagi semua warga negara belum dapat dilaksanakan. Sistem subsidi hendaknya diatur sehingga dapat dinikmati oleh semua lapisan clan golongan ekonomi dalam masyarakat. Di samping itu diperlukan kurikulum yang mempunyai spektrum yang lugs sehingga semua anak dengan kemampuan inteligensi yang bermacam-macam dapat dikembangkan secara optimal.

C. Sarana dan Sumber Daya pendidikan yang Memadai

Di dalam suasana keterbatasan sarana dan sumber daya perlu adanya koordinasi pemanfaatan sumber-sumber daya pen­didikan. Hal ini hanya mungkin terjadi apabila berbagai jenis dualisme seperti sekolah negeri versus sekolah swasta, sekolah Departemen Agama versus sekolah-sekolah Departemen Pendidikan Nasional, PTN versus PTS, berbagai dualisme fl~

Cana artifisial itu perlu dihilan2kan. Kita hanya mempunyai satu sistem pendidikan nasional sehingga perlu dikoordinasi­kan oleh masyarakat bersama-sama para pengelola dan pelaksana dari sistem tersebut. Bukan berarti bahwa segala sesuatu perlu diseragamkan. Yang diperlukan ialah kesamaan arch dan kesatuan tujuan ialah ikut Berta di dalam mencerdas­kan kehidupan bangsa yang dimulai dari peningkatan ke­cerdasan dan moral generasi muda kita.

Penyediaan sarana dan cumber daya yang memadai untuk sistem pendidikan nasional secara keseluruhan tentunya memerlukan dana yang memadai. Dana tersebut bukan hanya dari masyarakat sendiri tetapi juga dari pemerintah dengan menaikkan dan memprioritaskan anggaran pendidikan sebagai prioritas investasi yang pertama dan utama.

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL

BAB IV

PARADIGMA LAMA, ANOMALI, DAN
PARADIGMA BARU PENDIDIKAN
NASIONAL

1. EMPAT INDIKATOR SISTEM I)ENDIDIKAN INDONESIA

Pembukaan UUD 1945 antara lain dikaiakan haliwa W.Juan kits membentuk negara Republik.. Indonc.sla ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh sebab itu pendidikan nasional telah menempatkan diri di dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat sejak lahirnya Republik Prok­lamasi. Banyak kemajuan yang sudah dicapai, proses dan mutu pendidikan semakin lama semakin meningkat dan semakin kompleks. Perubahan-perubahan fundamental telah terjadi di dalam sistem pendidikan nasional sejak 54 tahun yang lalu. Suatu sistem pendidikan kolonial yang elitis diubah menjadi pendidikan yang populis artinya yang membuka pintu untuk merangkum seluruh anak bangsa.

Selama 54 tahun perjalanan bangsa Indonesia, pendidikan telah menempati tempat yang terhormat di dalam pem­bangunan masyarakat dan bangsa meskipun tentunya masih terdapat banyak masalah dan kekurangan. Namun sebagai suatu bangsa yang dilahirkan di dalam kancah perjuangan melawan penjajahan maka perjuangan mencerdaskan bangsa ini merupakan suatu tekad dan kerja keras yang berkesinam­bungan. Selama perjalanan berbangsa dan bertanah air, penulis telah mencatat dan mencermati empat indikator2 perkem­bangan sistem pendidikan nasional yaitu:

1) popularisasi pendidikan,

2) sistematisasi pendidikan,

3) proliferasi pendidikan, dan

4) politisasi pendidikan.

Popularisasi Pendidikan

Seperti telah dijelaskan, pada jaman kolonial pendidikan hanyalah merupakan hak dari sekelompok kecil masyarakat, sedangkan masyarakat luas boleh dikatakan mendapatkan pendidikan yang sangat terbatas dan diskriminatif hal ini diserahkan kepada praktek pendidikan tradisional tanpa bantuan dari pemerintah, bahkan dikucilkan. Namun dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pendidikan telah dianggap sebagai hak semua orang dan bukan lagi hak istimewa dari sekelompok kecil masyarakat Indonesia. Selanjutnya, kesempatan pendidikan untuk semua orang telah melahirkan gerakan "more education ", atau di dalam sejarah pendidikan dikenal sebagai ledakan pendidikan (education explosion) terlebih-lebih di negara-negara berkembang yang barn merdeka sesudah perang dunia kedua. Sesungguhnya kebutuhan untuk memperoleh pendidikan yang baik bukan hanya dirasakan oleh negara-negara berkembang tetapi jugs oleh negara-negara maju. Melihat pentingnya peranan pen­didikan dalam kehidupan bermasyarakat dilahirkanlah konsep pengembangan sumber daya manusia (human resources de­velopment) yang dianggap sangat penting di samping adanya sumber-sumber daya alamiah (natural resources)

Sistematisasi Pendidikan

Memang hasil sistematisasi pendidikan, dilihat dari segi tertentu, menunjukkan hasil-hasil yang menggembirakan seperti percepatan pencapaian target-target kuantitatif pen­didikan. Namun demikian banyak Pula hasil-hasil negatif yang dilahirkan di dalam usaha sistematisasi tersebut. Matinya inisiatif, kehilangan berpikir kritis serta berbagai pengaruh­pengaruh negatif lainnya telah lahir dari sistem pendidikan yang sangat kaku karena diatur oleh keinginan pencapaian keseragaman nasional.

Proliferasi Pendidikan

Ketika kita memproklamirkan kemerdekaan, pendidikaii holch dikatakan sebagian besar diartikan sebagai pendidikan di sekolah. Di dalam perdebatan penyusunan undang-undang tenting dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah pada tahun 1950 tampak di situ bahwa pengertian pendidikan sekolah atau pendidikan formal jugs mengandung arti pendidikan untuk masyarakat. Memang pada mulanya pendidikan masyarakat lebih diartikan kepada pemberantasan buta huruf. Kenyataan pada saat itu jumlah anggota masya­rakat yang melek huruf sangat terbatas akibat politik pen­didikan elitis pada jaman kolonial dan kemudian pada mass pendidikan militerisme Jepang. Pengertian yang sempit mengenai pendidikan yang kebanyakan berarti pendidikan di dalam sekolah (schooling), tampak di dalam UU No. 4 Tahun 1950 yang terutama diarahkan kepada pendidikan di sekolah atau dengan kata lain yang berkaitan dengan pengajaran. Di dalam perkembangan masyarakat kita, ditambah pula dengan kemajuan teknologi, maka pengertian dan lingkupan pendidikan menjadi lebih lugs lagi dengan munculnya berbagai sarana pendidikan yang dulunya tidak dikenal oleh masyarakat.

Sejalan dengan proliferasi pendidikan maka tanggung jawab pendidikan tampaknya lama-kelamaan bergeser dari pen­didikan keluarga ke lingkungan di luar keluarga bahkan di luar gedung sekolah. Perluasan ruing lingkup pendidikan lelah mengubah dimensi-dimensi pendidikan yang dahulu menjadi jadi tanggung j pada keluarga sekarang beralih da kektiatan-kckuman di luar lingkungan keluarga

Proliferasi,pendidikan seharusnya merupakan peringatan di dalam penyelenggaraan program-program pendidikan agar lebih berorientasi kepada demand tenaga kerja yang sangat cepat berkembang terutama dengan kesempatan yang terbuka dalam sektor swasta.

Politisasi Pendidikan

Antara. pendidikan dan politik terdapat kaitan yang sangat erat. Keduanya pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Para pemikir politik sejak jaman purba,

misalnya pemikir-pemikir pada masa Yunani telah menunjuk‑kan betapa erat keterkaitan antara pendidikan dan politik. Keduanya mempunyai titik singgung yang sama ialah pertanyaan mengenai tujuan hidup manusia dan masyarakat. Keduanya menginginkan adanya kehidupan yang berbahagia. Baik pendidikan maupun kehidupan politik kedua-duanya

membentuk kehidupan bersama, dapat menciptakan kehidupan yang berbahagia. Namun demikian di dalam sejarah perkem­bangan lahirnya negara-negara, peranan pendidikan di dalam kehidupan politik sebenarnya tidak begitu besar. Meskipun diakui bahwa tanpa. pendidikan, kehidupan bersama. yang berbahagia di dalam suatu negara tidak dapat diciptakan. Oleh sebab itu dapat dimengerti mengapa politik (partai­partai politik) memperebutkan pendidikan sebagai sarana untuk melanggengkan kehidupan politiknya. Melalui proses pendidikan dapat dialihkan pemikiran-pemikiran, ide-ide, dan cara-cara untuk mewujudkan kehidupan bersama yang berbahagia. Dengan demikian mudah dimengerti mengapa terjadi proses politisasi terhadap pendidikan nasional. Pen­didikan dapat dijadikan alai untuk mempertahankan ideologi suatu negara. Coba kits lihat di dalam kehidupan negara­negara di dunia ini seperti pemerintah Nazi jaman kekuasaan Hitler, pemerintahan diktator seperti Mussolini clan negara­negara komunis sesudah revolusi Bolsewik.

PARADIGMA SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL ERA PRA­KRISIS

Bangsa Indonesia dilanda krisis total yang menerpa seluruh aspek kehidupan masyarakat dan berbangsa. Krisis yang bermula dari krisis moneter ekonomi kemudian berkembang menjadi krisis politik, hukum, kebudayaan, dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan. Krisis yang menyeluruh tersebut pada hakikatnya merupakan refleksi krisis kebudayaan. karena berkaitan dengan rapuhnya kaidah-kaidah etik dan moral dari bangsa kita. Menurut pendapat penulis, krisis kebudayaan adalah pula merupakan krisis pendidikan. Bukankah ke­budayaan itu merupakan jaringan yang dibentuk dan mem­bentuk pribadi-pribadi masyarakat Indonesia? Oleh sebab itu sudah pada waktunya apabila kita meninjau kembali para­digma-paradigma yang telah mendasari krisis pendidikan nasional. Dari analisis mengenai paradigma-paradigma sistem pendidikan nasional beserta hasil-hasil yang telah dicapai, maka kita akan mempunyai suatu gambaran keseluruhan mengenai kekeliruan-kekeliruan yang telah kita lakukan pada masa lalu. Dari hasil yang telah kita capai selama masa era pra-krisis akan kita temukan anomali-anomali yang terjadi, yaitu kesenjangan antara apa yang diharapkan dan apa yang telah dihasilkan. I

Perlu kiranya kita gunakan suatu cars pciielaahaii era krisis tersebut yaitu melihatnya secara keselL11111MI. Metodologi gestalt atau metodologi holistik sangat kita perlukan oleh karena krisis yang kita alami merupakan suatu krisis total.

Pemaparan selanjutnya berupa uraian singkat mengenai paradigms-paradigms yang telah digunakan di dalam keempat indikator sistem pendidikan nasional, hash-hash yang telah dicapai dalam penggunaan paradigms, serta mendeteksi anomali-anomali yang terjadi. Berturut-turut akan dikemuka­kan di bawah ini keempat indikator tersebut.

A. Popularisasi Pendidikan

Paradigma

1. Peningkatan pendidikan merupakan pemutusan mata­rantai kemiskinan (teori lingkaran setan penanggulangan kemiskinan).

2. Mempercepat terpenuhinya wajib belajar pendidikan sekolah dasar untuk semua anak usia sekolah dasar (Education for all).

3. Merintis pelaksanaan wajib belajar 9 tahun untuk meningkatkan kecerdasan rakyat.

Hasil-Hasil yang Dicapai;

1. Meningkatnya tingkat pendidikan rata-rata penduduk ternyatatidak dengan sendirinya menurunkan kemiskinan absolut.

2. Peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak diikuti dengan peningkatan investasi dalam bidang pendidikan sehingga sulit untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan.

3. Angka partisipasi sekolah dasar, sekolah menengah, dan pendidikan tinggi terns meningkat. Pads talitin 1984 sudah dicapai target wajib belajar 6 tahun sebagai pen­didikan universal. Namun demikian angka partisipasi untuk pendidikan tinggi adalah yang terendah di Asia.

Anomali-Anomali

1. Peningkatan kuantitatif pendidikan tidak sejalan dengan peningkatan produktivitas. Tingkat keterampilan tenaga kerja Indonesia termasuk terendah di Asia.

2. Tingkat pengangguran sarjana semakin lama semakin meningkat.

3. Popularisasi pendidikan tidak sejalan dengan investasi untuk sektor pendidikan dan anggaran belanja pemerintah.

4. Popularisasi pendidikan tidak sejalan dengan usaha-usaha serius peningkatan kualitas.

Sistematisasi Pendidikan

Paradigma

1. Dengan adanya sistem yang baku dapat dihasilkan:

a) perencanaan dan manajemen yang efisien,

b) memudahkan supervise, dan

c) peningkatan mutu pendidikan.

2. Penyeragaman pendidikan akan menghasilkan ter­wujudnya kesatuan bangsa.

Etatisme dalam pendidikan akan menjaga mutu pen­didikan nasional.

Hasil-Hasil yang Dicapai

I. Lahirnya UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pen­didikan Nasional beserta berbagai PP-nya, serta ke­putusan-keputusan lainnya yang menyeragamkan sistem, isi, kurikulum berbagai jenis dan jalur pendidikan.

2. Adanya satu sistem nasional yang kaku, menutup pintu, bagi inovasi dan eksperimentasi.

3. Pendidikan swasta yang menjadi salah satu pilar pendidikan nasional sejak perjuangan kemerdekaan telah disubordinasikan pads sistem yang satu-satunya dipunyai negara.

Anomali-Anomali

1. Sentralisasi pengelolaan, kurikulum, jwngadaan dan penyebaran tenaga pengajar sekolah dasar tcrnyata meng­hasilkan berbagai dislokasi tenaga-tenaga guru.

2. Pembakuan berbagai jenis kurikulum dari TK sampai pendidikan tinggi.

3. Dengan berdalih meningkatkan mutu diadakan sistem
evaluasi terpusat seperti EBTANAS dan UMPTN.

4. Lembaga-lembaga yang birokratik didirikan untuk me­mupuk sistem kekuasaan yang mematikan inovasi pen­didikan seperti KOPERTIS, dan BAN.

5. Lembaga-lembaga pendidikan dari dan oleh masyarakat (swasta) dipersempit ruang geraknya.

C. Proliferasi Pendidikan

Paradigma

1. Praksis pendidikan terjadi di sekolah maupun di luar sekolah.

2. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama orang tua, masyarakat, dan negara.

3. Pertumbuhan ekonomi harus diikuti dengan penyiapan tenaga-tenaga terampil oleh sistem pendidikan nasional.

Hasil-Hasil yang Dicapai

1. Multifikasi jenis dan sumber pendidikan yaitu pendidikan sekolah, pendidikan luar sekolah, berbagai jenis pelatihan, radio dan televisi, media massa.

2. Semakin lama tanggung jawab masyarakat berkurang dan tanggung jawab negara semakin besar baik dalam biaya maupun dalam manajemen.

3. - Hasil sistem pendidikan nasional semakin menjauhi ke­butuhan tenaga terampil, baik tenaga tingkat bawah, menengah, maupun pendidikan tinggi.

Anomali-Anomali

1. . Pendekatan formal tentang pendidikan telah mengabaikan pengaruh-pegaruh informal dalam pembentukan watak peserta didik. Pendidikan telah dipersempit artinya se­bagai "schooling ".

2. Pendidikan dianggap sebagai state business yang non­profit, sedangkan negara sendiri kekurangan biaya untuk pendidikan.

3. Sistem pendidikan nasional berorientasi kepada supply, bukan kepada demand (kebutuhan) konsumen.

1). Politisasi Pendidikan

Paradigma

1. Pendidikan adalah alas mempertahankan ideologi negara atau lebih sempit lagi untuk mempertahankan kepentingan pemerintah yang berkuasa.

2. Pendidikan nasional yang baik dengan sendirinya dapat memecahkan masalah-masalah sosial budaya.

3. Manajemen pendidikan ditangani oleh birokrasi agar ter­cipta kesatuan persepsi dalam menjalankan tugas pen­didikan.

Hasil-Hasil yang Dicapai

1. Meskipun cara-cara indoktrinasi melalui P-4 dilaksanakan mulai TK sampai pendidikan tinggi, rezim Orde Baru ditumbangkan jugs oleh gerakan mahasiswa.

2. Politisasi pendidikan ternyata tidak mematikan kekuatan hati nurani.

3. Politik praksis dapat memanipulasi tujuan etis pendidikan.

Anomali-Anomali

1. Sakralisasi ideologi nasional bertentangan dengan pe­ngembangan berpikir kritis yang menjadi tujuan pen­didikan yang sebenarnya.

2. Pendidikan dibebani tujuan suci tetapi tidak didukung dengan dana yang memadai dan profesi guru yang ter­puruk.

Demikianlah telah cligambarkan secara garis besar dlan me­nyeluruh paradigma-paradigma, hasil-hasil yang telah dicapai, serta anomali-anomali yang terjadi di dalam perjalanan pelaksanaan sistem pendidikan nasional. Berdasarkan pe­maparan tersebut maka dapatlah disusun paradigms-paradigms baru untuk pengembangan sistem pendidikan nasional dalam era reformasi. Paradigma-paradigma baru yang diusahakan tersusun tersebut bukan hanya mempunyai dimensi internal atau dimensi domestik, tetapi sekaligus pula menghadapi tantangan dimensi global. Masyarakat dan bangsa kita pasta krisis sekaligus akan memasuki milenium ketiga dengan tantangan-tantangan global yang juga memberikan berbagai peluang. Berdasarkan paradigma-paradigma tersebut di rumus­kan langkah-langkah untuk pengembangan sistem pendidikan nasional pasca-krisis, serta usulan program untuk jangka waktu 2000 - 2004.

III. PARADIGMA BARU SERTA PROGRAM PRIORITAS SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DALAM MEMBANGUN MASYA­RAKAT INDONESIA BARU

Berdasarkan analisis terhadap pengalaman pelaksanaan sistem pendidikan nasional era Orde Baru, serta anomali-anomali yang terjadi, demikian pula hasil keputusan MPR (TAP MPR No. IV/1999) mengenai Garis Besar Haluan Negara, maka dapat disusun berbagai paradigms untuk era reformasi dalam pengembangan sistem pendidikan nasional. Pertama­tama diusulkan program prioritas pasca-krisis, kemudian usulan program prioritas 1999 – 2004. Metodologi yang digunakan mengikuti metodologi yang telah diterapkan di dalam analisis kajian era Orde Baru yaitu dengan bertitik tolak pads keempat indikator sistem pendidikan nasional yaitu popularisasi, sistematisasi, proliferasi, clan politisasi pendidikan nasional.

A. Popularisasi.-Pendidikan Paradigma Baru

1. Pendidikan dan pelatihan yang bermutu adalah pendidikan yang dibutuhkan oleh rakyat banyak.

2. Pendidikan yang bermutu telah merupakan kebutuhan rakyat banyak oleh sebab itu partisipasi keluarga dan masyarakat dalam penyelenggaraan, investasi, evaluasi pendidikan semakin ditingkatkan.

3. Investasi pendidikan melalui sektor pemerintahan lebih ditingkatkan dan dijadikan komitmen politik.

Usulan Program Pasca-Krisis

1. Menanggulangi putus sekolah akibat krisis dengan me­lanjutkan program Jaringan Penyelamatan Sosial dengan memperbaiki organisasi pelaksanaan penyaluran bantuan.

2. Meningkatkan kinerja guru dan tenaga pendidikan dan sejalan dengan itu meningkatkan kesejahteraan sosialnya

Usulan Program 2000 – 2004

1. Mengembangkan dan mewujudkan pendidikan

ber‑kualitas.

2. Menyelenggarakan pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang bermutu.

3. Terciptanya SDM pendidikan yang profesional denganpenghargaan yang wajar.

B. Sistematisasi Pendidikan

Paradigma Baru

1. Pengembangan clan pemantapan sistem pendidikan nasional dititik-beratkan kepada pemberdayaan lembaga dengan memberi otonomi yang lugs.

2. Pengembangan sistem pendidikan nasional yang terbuka bagi keragaman dalam pelaksanaannya.

3. Program-program nasional dibatasi hanya pads upaya pengembangan kesatuan bangsa.

f1sulan Program Pasca-Krisis

1. Mempersiapkan lembaga-lembaga pendidikan dan pe­Iatlhan di dacrah: SDM, organisasi, 111silitas, program keria sama militHembaga di daerah.

2. Debirokratisasi penyelenggaraan pendidikan dan secara berangsur memberikan otonomi dalam penyc1ciiggaraan pendidikan (otonomi lembaga).

Usulan Program 2000 – 2004

1. Desentralisasi penyelenggaran pendidikan nasional secara bertahap, mulai pada tingkat provinsi dengan sekaligus mempersiapkan sarana, SDM, dan dana yang memadai pada tingkat kabupaten.

2. Perampingan birokrasi pendidikan dengan restrukturisasi departemen pusat agar lebih efisien.

3. Menghapus berbagai peraturan perundangan yang meng­halangi inovasi dan eksperimen. Melaksanakan otonomi lembaga pendidikan.

4. Revisi atau mengganti UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan peraturan per­undangan pelaksanaannya.

Proliferansi Pendidikan

Paradigma Baru

1. Proliferasi "delivery system" pendidikan semakin kom­pleks dalam dunia yang terbuka memerluk#n kebijakan yang terintegrasi dalam berbagai program, termasuk prog­ram pelatihan, media mass, dan media elektronika.

2. Pendidikan dan pelatihan tenaga-tenaga profesional dalam berbagai tingkat diorientasikan terutama pada kebutuhan daerah clan kebutuhan pasar kerja di daerah.

Usulan Program Pasca-Krisis

1. Pemanfaatan secara optimal clan mengkoordinasikan lem­baga-lembaga pelatihan di daerah dengan mengikutserta­kan pemimpin-pemimpin masyarakat, pemerintah daerah, dunia industri, untuk menanggulangi pengangguran akibat krises.

2. Memperbanyak lembaga-lembaga pelatihan praktis di daerah agar lahir SDM yang produktif dan sejalan dengan itu menahan arus urbanisasi.

Usulan Program 2000 – 2004

1. Menumbuhkan partisipasi masyarakat, terutama di daerah dalam kesadarannya terhadap pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk membangun masyarakat Indonesia barn. Suatu wadah masyarakat diperlukan untuk menampung keterlibatan masyarakat tersebut.

2. Menjalin kerja sama yang erat antara lembaga pelatihan dengan dunia usaha.

1). Politisasi Pendidikan I'aradigma Baru

1. Pendidikan nasional ikut serta dalam mendidik manusia Indonesia sebagai insan politik yang demokratis yaitu yang sadar akan hak-hak serta kewajibannya sebagai warga negara yang bertanggung jawab.

2. Masyarakat, termasuk keluarga, bertanggung jawab ter­hadap penyelenggaraan pendidikan.

Uyulan Program Pasca-Krisis

1. Membersihkan birokrasi departemen dari kepentingan­kepentingan politik dengan menerapkan sistem merit dan profesionalisme.

2. Menegakkan disiplin serta tanggung jawab pars pelaksana lembaga-lembaga pendidikan.

3. Menyelenggarakan pendidikan budi pekerti.

Usidan Program 2000 – 2004

1. Depolitisasi pendidikan nasional. Komitmen politik dari masyarakat dan pemerintahuntuk membebaskan pen­didikan sebagai alai penguasa.

2. Meningkatkan harkat profesi pendidikan dengan mening­katkan mutu pendidikannya, syarat-syarat serta pe­manfaatan tenaga profesional, disertai dengan meningkat­kan reminicrasi profesi pendidikan yang memadai secara