Menimbang :
Bahwa pendidikan bagi para penyandang cacat seyogyanya merupakan bagian yang integral dari sistem pendidikan umum;
Bahwa mereka yang menyandang kebutuhan pendidikan khusus akibat kecacatan seyogyanya memperoleh akses ke sekolah umum yang dapat mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan khususnya;
Bahwa sekolah umum dengan orientasi inklusi tersebut merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminasi, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai Pendidikan untuk Semua;
Bahwa sekolah semacam ini akan memberikan pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dan meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya akan menurunkan ongkos bagi seluruh sistem pendidikan;
Bahwa pengiriman anak secara permanen ke sekolah luar biasa ‑ atau kelas khusus atau bagian khusus di sebuah sekolah umum ‑ seyogyanya merupakan suatu kekecualian, yang direkomendasikan hanya pada kasus-kasus tertentu di mana terdapat bukti yang jelas bahwa pendidikan di kelas reguler tidak dapat memenuhi kebutuhan pendidikan atau sosial anak, atau bila hal tersebut diperlukan demi kesejahteraan anak yang bersangkutan atau kesejahteraan anak-anak lain di sekolah umum;
Mengingat :
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945;
Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua (1990);
Peraturan Standar tentang Persamaan Hak dan Kesempatan bagi Penyandang Cacat (Resolusi PBB No. 48/96 Tahun 1993);
Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi mengenai Pendidikan Kebutuhan Khusus (Unesco, 1994);
Undang-undang RI No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat;
Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (khususnya Pasal 32);
Maka dengan ini Musyawarah Nasional Persatuan Tunanetra Indonesia, yang diselenggarakan pada tanggal 4-8 Januari 2004, mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesia hal-hal sebagai berikut :
Hendaknya peraturan pemerintah tentang pendidikan khusus (yang seyogyanya dikeluarkan sesuai dengan amanat Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 32 ayat 3) mengakomodasi hak penyandang cacat untuk bersekolah dalam seting inklusi di sekolah umum dengan layanan pendidikan khusus.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, hendaknya pendidikan khusus tidak diartikan sebagai pendidikan di sekolah khusus (atau sekolah luar biasa), melainkan layanan pendidikan khusus yang diberikan kepada para peserta didik penyandang cacat yang diselenggarakan dalam seting segregasi di sekolah khusus maupun dalam seting inklusi di sekolah umum.
Hendaknya SLB yang ada dikembangkan fungsinya sehingga mencakup fungsi sebagai pusat sumber bagi sekolah umum yang melayani peserta didik penyandang cacat.
Hendaknya Direktorat Pendidikan Luar Biasa beserta lembaga infrastrukturnya berfungsi sebagai lembaga koordinasi sistem pendukung pendidikan kebutuhan khusus bagi peserta didik penyandang cacat di berbagai seting pendidikan termasuk di sekolah umum.
http://www.idp-europe.org/pertuni/Resolusi2004/PendidikanKhusus.php